PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN DAN PERASAAN TENTANG KEMATIAN, PROSES KEMATIAN, KEHILANGAN PASANGAN HIDUP

22.57
PENDAHULUAN

Masa akhir kehidupan merupakan tahap akhir dari masa perkembangan manusia. Pada fase ini berkembang dua hal harapan hidup dan kematian. Individu yang memiliki harapan hidup tinggi pun tidak lepas pemikirannya dari kemaatian juga. Kematian merupakan keniscayaan dan semua orang memiliki perspektif masing-masing mengenai kematian. Dari sini berkembang harapan tentang akhir hidup (kematian) yang ideal atau baik bagi tiap-tiap individu. Bahkan sebelum masuk pada masa tua pun individu telah mengembangkan perspektif tentang kematian. Mulai pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.
Pada usia tua, tiap-tiap individu mengalami proses pertemuan antara perspektif kematian yang dikembangkannya dengan kematiannya sendiri. Individu pada masa menjelang kematian (sekarat) menurut Kubler-Ross akan mengalami proses-proses berkaitan dengan pola pikir dan perilakunya dalam menghadapi kematiannya hingga akhirnya individu mencapai penerimaan akan kematian yang akan menjemputnya. Kematian memiliki pengaruh sosial yaitu bagi keluarga dan kerabat yang ditinggalkan. Perasaan berduka dan kehilangan dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan dan hal ini memiliki dampak psiokologis bagi mereka yang berduka. Hal-hal diatas dari berkembangnya perspektif tentang kematian pada akhir usia, fase-fase menjelang kematian, fase berduka cita, kehilangan pasangan hidup menjadi bahasan dalam makalah ini.


PEMBAHASAN

Penyebab kematian dan harapan mengenai kematian
Hampir kebanyakan orang berpikir bahwa kematian itu hanyalah milik orang yang sudah lanjut usia saja. Padahal setiap orang bisa mati kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun caranya tanpa sesuai dengan keinginannya tidak di akhir siklus hidup manusia. Baik itu pada waktu bayi, anak-anak, remaja, ataupun dewasa. Kematian bisa disebabkan oleh kecelakaan, sakit, pembunuhan, ataupun usaha untuk bunuh diri. Kemaian dapat juga terjadi di awal kehidupan, yaitu pada beberapa saat setelah kelahiran atau malah masih dalam kandungan sudah meninggal. Pada awal setelah kelahiran bayi mati karena kebanyakan diakibatkan oleh SIDS ( Sudden Infant Death Syndrom ). SIDS adalah kematian tiba-tiba pada bayi yang terlihat sehat. Sering terjadi pada usia 2-4 bulan. Penyebabnya karena berhentinya pernafasan, tapi penyebab utamanya masih dalam penyelidikan lebih lanjut. Sedangkan pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, lebh diakibatkan karena sakit, kecelakaan, korban tindakan kriminalitas, atau malahan karena upaya bunuh diri. Harapan oarang menenai kematian adalah sangat perseptual sesuai apa yang diyakini. Kebanyakan ajaran agama meyakini ada kehidupan setelah kematian yaitu kehidupan di dalam surga dan neraka. Jadi selama di dunia manusia saling berlomba untuk mengejar bekal untuk kehidupan kematian atau malah tidak mau tahu.
Perkembangan sikap terhadap kematian terjadi pada beberapa fase perkembangan dalam kehidupan. Antara lain pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Pada tiap-tiap fase ini berkembang perspektif tentang kematian yang berbeda-beda menurut tingkat perkembangan yang dialami.

Masa kanak-kanak
Masa ini dimulai sejak bayi dan mayoritas peneliti percaya bahwa bayi tidak memiliki konsep dasar tentang kematian. Bayi lebih mengembangkan keterikatan dengan pengasuh dan mereka dapat mengalami perasaan kehilangan atau pemisahan serta kecemasan dalam proses ini. Pada usia 3-5 tahun, anak sedikit atau tidak sedikitpun memiliki pandangan terhadap kematian. Dalam suatu penelitian pada anak usia 3-5 tahun mengenai persepsi kematian, didapati bahwa anak menolak kematian. Anak usia 6-9 tahun percaya akan kematian namun hanya minoritas anak. Anak usia 9 tahun ke atas mengenali kematian dan universalitasnya ( Nagy, 1948 dlm Santrock 2002).

Masa Remaja
Pandangan remaja mengenai kematian tidak terlalu jelas. Remaja mengemabagkan konsep yang abstrak tentang kematian. Remaja menggambarkan kematian sebagai kegelapan, cahaya, transisi, atau ketiadaan sama sekali (Wenestan & Wass,1987) selain pandangan yang filosofis dan religius.

Masa Dewasa
Pada usia dewasa awal individu belum menunjukkan pemahaman khusus mengenai kematian dan meningkat pada usia dewasa tengah ditandai dengan berkembangnya pemikiran tentang akhir hidup. Individu-individu pada usia dewasa akhir labih banyak memikirkan tentang kematian dan membicarakannya dibanding individu usia dewasa awal dan tengah. Mereka juga mengalami pengalaman tentang kematian yaitu kematian teman atau saudara. Di fase usia akhir ini pemikiran dan pemahaman mengenai kematian mengalami peningkatan.

Fase-fase menjelang kematian menurutTeori Kubler-Ross
• Penolakan dan Isolasi (denial and isolation)
Merupakan fase pertama yang diusulkan Kubler-Ross dimana orang menolak kematian benar-benar ada. Hal ini merupakan reaksi utama dari penyakit yang tidak tertolong lagi. Penolakan biasanya pertahanan diri yang bersifat sementara dan akan digantikan dengan rasa penerimaan yang meningkat saat seseorang dihadapkan pada beberapa hal seperti pertimbangan keuangan, urusan yang belum selesai, dan kekhawatiran mengenai kehidupan anggota keluarga kemudian.

• Amarah (anger)
Merupakan fase kedua saat orang yang menjelang kematian menyadarai bahwa penolakan tidak dapat dipertahankan lagi. Penolakan muncul dalam rasa marah, benci, dan iri. Ini terjadi karena individu menyadari kenapa dirinya yang menghadapi kematian, bukan orang lain. Kemarahannya itu diproyeksikan kepada perawat, dokter, keluarganya, dan juga Tuhan.

• Tawar-menawar (bargaining)
Merupakan fase ketiga menjelang kematian dimana orang mengembangkan harapan bahwa kematian bisa ditunda atau diundur. Individu melakukan tawar menawar dalam arti memohon kepada Tuhan agar diperpanjang harapan hidupnya.

• Depresi
Fase keempat menjelang kematian dimana orang yang dalam kondisi sekarat menerima kematian yang akan menemuinya. Pada titik ini, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul. Orang dalam fase ini menjadi pendiam, menolak orang lain, dan banyak merenung. Menurut Kubler-Ross, usaha menghibur orang yang akan menemui ajalnya justru menjadi penghalang atau pengganggu bagi orang tersebut.

• Penerimaan
Fase kelima menjelang kematian dimana seseorang mengembangkan rasa damai, menerima takdir, dan ingin ditinggal sendiri. Pada fase ini perasaaan sakit pada fisik akan menghilang karena sikap kepasrahan individu atas kematiannya.

Meiske Y. Suparman, S.Psi., Psi (didalam buku “Dari anak sampai usia lanjut:bunga rampai psikologi anak”,2004) dalam bab Kematian : Akhir kehidupan mengemukakan tiga jenis kematian:
1. Kematian Fisiologis (Physiological Death)
Seseorang dikatakan mengalami kematian fisiologis jika semua proses fisik yang menopang hidupnya berhenti berproses. Kriteria Harvard tentang kematian fisiologis adalah kematian total dari otak atau terhentinya aktivitas otak, criteria ini dikritik karena terlalu luas.

2. Kematian Fisiologis (Physiological Death)
Kematian psikologis terjadi ketika seseorang kehilangan “dirinya”-suatu kepribadian yang terintegrasi yang membuatnya mampu berinteraksi dengan orang lain. Pada kasus dementia dan koma, kematian psikologis mendahului kematian fisiologis (Thomas,1992).

3. Kematian Sosial (Social Death)
Kematian social merupakan proses ketika orang lain terputus hubungannya dengan orang yang sudah meninggal. Ditandai dengan upacara pemakaman, ritual, dan prosesi duka cita lain.

Weisman (dalam.Thomas, 1992) memandang kematian dalam tiga fase :
1. acute phase, dimulai ketika pasien mengetahui dioagnosis atas penyakitnya untuk pertama kali. Pasien merasa cemas dan marah.
2. chronic living-dying phase, ketika pasien memiliki suatu rentang reaksi emosional: kebanyakan merasa takut jika bukan karena kematian, mereka takut terhadap kesendirian dan kehilangan control- dan banyak pula yang berduka sekaligus berharap dan menerima
3. terminal phase, ketika pasien menarik diri secara emosional dari dunianya untuk menghadapi kematian.

Kehilangan pasangan hidup dan Duka cita
Kehilangan tersulit adalah kehilangan pasangan hidup. Kehilangan pasangan ini tidak dapat dihindarkan karena takdir Illahi. Beragam dampaknya, yaitu kehilangan ikatan yang sudah terjalin bertahun-tahun, baik itu emosional dan fisik, memulai kembali adaptasi atas suasana yang baru. Memang bagi yang sudah berpasangan kematian adalah suatu proses yang tak terhindarkan, mereka tidak dapat merencanakan untuk mati bersama-sama atau siapa yang meninggal terlebih dahulu. Bagi yang masih hidup dari pasangan tersebut, kesepian dan kesedihan akan menghantui sepanjang mampu untuk merelakan dan menerimanya sebagai hal yang alami dalam kehidupan.

Faktor Yang Membedakan Sikap Terhadap Kematian
• Sebab kematian
– Perbedaan sikap akan terjadi apabila ditanyakan pada orang yang sakit keras dengan yang sehat. Penyebab kematian tidak hanya sakit karena dapat saja kecelakaan yang mendadak.
• Perbedaan jenis kelamin
– Hasil riset Kastenbaum, bahwa laki-laki lebih tidak tahan terhadap rasa sakit. Sedangkan wanita lebih takut pada kematian orang lain yang disebabkan sakit.
• Budaya dan faktor sosial ekonomi
– Tampak pada ritual dan cara mengekspresikan emosi
• Kejadian dalam sejarah
– Situasi perang akan membuat sikap seseorang berbeda terhadap kematian
• Tipe kepribadian
– Kepribadian pencemas dan impulsif akan memberikan sikap yang berbeda tentang kematian dibandingkan orang yang tenang
• Tingkat perkembangan dan tujuan hidup
– Sikap terhadap kematian antara anak-anak, remaja, dewasa dan manula akan berbeda.
• Kondisi fisik dan sosial
– Meninggal di rumah sakit berbeda dengan di rumah atau dikantor

Menurut Dr. Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiatri dari Swiss, Ada lima fase yang biasanya dilalui oleh seseorang ketika mengalami duka cita akibat kematian salah seorang anggota keluarga atau teman dekat yaitu shock, denial, anger, mourning dan recovery.
1. Shock (Terkejut)
Perasaan terkejut dan tidak percaya dengan kabar yang didengar. Dalam diri bilang “Tidak”, ini tidak boleh dan tidak mungkin terjadi.
2. Denial (Penyangkalan)
Individu merasa kematian hanyalah mimpi buruk saja, dan bukan merupakan suatu kenyataan. Menurut Kubler-Ross, kata ‘meninggal’ merupakan suatu kata yang memperhalus kata ‘mati’ sebagai produk dari budaya masyarakat yang menyangkal kematian.
3. Anger (Kemarahan)
Individu tidak terima dengan kematian dan mulai menyalahkan semua pihak yang menyebabkan itu terjadi. Individu bahkan cenderung menyalahkan Tuhan (Ini adalah reaksi wajar bagi orang-orang yang mengakui adanya Tuhan yang Maha Kuasa), juga menyalahkan situasi dan orang lain, dokter dan tim medis, ambulan yang tidak tersedia dan rumah sakit.
4. Mourning (Berkabung)
Menurut Kubler-Ross, Fase ini merupakan fase yang berlangsung cukup lama, bisa berlangsung dalam beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun. Perasaan depresi, rasa bersalah, rasa kehilangan, kesepian, panik dan menangis tanpa pemicu yang jelas bisa saja ditampakkan dalam fase ini, bahkan bisa termanifestasi dalam penyakit fisik ringan.
5. Recovery (Pemulihan)
Menurut beberapa orang, kematian tidak bisa dipulihkan karena kematian telah mengubah hidup mereka selamanya dan tidak bisa mengembalikan situasi kembali seperti sebelumnya. Namun demikian rasa sakit akibat kematian akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.


SIMPULAN

1. Perkembangan mengenai kepercayaan dan pemahaman dimulai sejak usia kanak-kanak, remaja, dan dewasa yang mengalami peningkatan dalam usia lanjut atau usia akhir. Pada tiap-tiap masa berkembang kepercayaan dan pemahaman sesuai dengan perkembangan individu.

2. Teori Elizabeth Kubler-Ross (1969) mengenai fase-fase menjelang kematian , yaitu: Penolakan (denial), Amarah (anger), Tawar-menawar (bargaining), Depresi (depression), Penerimaan (acceptance).

3. Meiske Y. Suparman, S.Psi., Psi mengemukakan tiga jenis kematian, yaitu: Kematian Fisiologis (Physiological Death), Kematian Fisiologis (Physiological Death), Kematian Sosial (Social Death).

4. Menurut Dr. Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiatri dari Swiss, Ada lima fase yang biasanya dilalui oleh seseorang ketika mengalami duka cita akibat kematian yaitu, shock, denial, anger, mourning dan recovery.


REFERENSI

Santrock, J.W. 1995. Life-Span Development 5th. Edition jilid II. Jakarta : Erlangga
Gunarsa, Singgih D. 2004. Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia

0 komentar:

Posting Komentar