Kata-Kata Mutiara

05.10
KATA-KAT MUTIARA :

 Orang yang pesimis melihat kesulitan dalam setiap peluang sedangkan orang optimis melihat peluang dalam setiap kesulitan (Winston Churchill)
 Hati adalah tempat berbagai macam rahasia, bibir adalh gemboknya, lidah adalah kuncinya. Setiap orang harus menjaga kunci rahasianya. ( Umar Bin Abdul Aziz )
 Siapapun yang bersembunyi di dasar samudera cinta tak kan tersingkap, kecuali oleh dua hal; yaitu rasa kesedihan dan rasa butuh. ( Abu Al Hasan Kharqawi )
 Bila sebutir mutiara jatuh ke Lumpur ia masih bernilai. Bila debu naik ke langit ia akan tetap tak nernilai. ( Ibnu Arabi )
 Lebih baik menjadi orang bodoh yang tidak mengerti apa-apa. Daripada )orang terpelajar yang tidak tahu jalan. Karena orang bodoh kehilangan jalan dengan perbuatannya. Sememtara orang terpelajar jatuh ke dalam sumur dengan kedua mata terbuka. ( Sa’di Shirazi )
 Kesempata datangnya seperti awan berlalu karena itu pergunakanlah selagi ia tampak di depanmu. (Ali Bin Abi Thalib)
 Orang yang gagah perkasa itu bukan yang kuat dan bertubuh kekar melainkan orang yang mampu mengendalikan emosinya pada saat marah. ( Rasulullah SAW )
 Kebimbangan penghianatan yang sering kali membuat kita kehilangan peluang menang karena kita takut memcobanya. ( william Shakespeare )
 Janganlah bersusah payah untuk menjadi yang lebih baik dari orang lain sekarang atau pendahulumu. Berusahalah untuk menjadi lebih baik dari dirimu sekarang. (William Faulkner )
 Kekuatan ibarat orang buta yang bisa mengangkat orang bodoh yang bisa melihat. ( Arthur Schopenhauer )
 Say a akan memmilih kalah dalam usaha yang bisa membuat saya menang daripada menang dalam usaha yang membuat saya kalah. (Woodrowe Wilson )
 Memang benar orabg-orang yang egois tida mempunyai kapasitas untuk mencintai orang lain , tapi meraka juga tidak bisa mencintai diri sendiri. ( Erich Fromm )
 Rahasia dari kebahagiaan bukanlah terletak pad mengerjakan apa yang disenangi, tetapi pada menyenangi pada apa yang sedang dikerjakan. ( James M. Barrie )
 Orang yang tidak bahagia adalah orang yang tajut pada perebahan. ( Mignon Melaughlin )
 Karya yan membahagiakan tidak pernah lahir dari tangan orang merasa sedih. ( Albert Einstein )
 Kebahagiaan adalah mitos yang kita cari kalaupun terwujud pastilah menyusahkan, seperti sungai yang mengalir cepat ke dataran rendah begitu tiba ia melambat lalu pekat. ( Kahlil Gibran )
 Kesuksesan adalah perjalalnan......bukan tujuan akhir. Kebahagiaan adalah perjalanan.....bukan tuuan akhir. ( Ien Sweetrand )
 Kadangkala kita merindukan kebahagiaan dengan menccarinya ke tempat yang jauh, padahal kebahagiaan itu ada di dekat kita. ( Anonim )
 Salah satu halangan kebahagiaan adalah mengharapka kebahagiaan yang terlalu besar. ( Fontanelle )
 Orang yang bodoh mencari kebahagiaan ke tempat yang jauh dari didinya, sedangkan orang bijak menciptakan kebahagiaan dari dalam dirinya. ( James Oppenheim )

PERKEMBANGAN KEPERCAYAAN DAN PERASAAN TENTANG KEMATIAN, PROSES KEMATIAN, KEHILANGAN PASANGAN HIDUP

22.57
PENDAHULUAN

Masa akhir kehidupan merupakan tahap akhir dari masa perkembangan manusia. Pada fase ini berkembang dua hal harapan hidup dan kematian. Individu yang memiliki harapan hidup tinggi pun tidak lepas pemikirannya dari kemaatian juga. Kematian merupakan keniscayaan dan semua orang memiliki perspektif masing-masing mengenai kematian. Dari sini berkembang harapan tentang akhir hidup (kematian) yang ideal atau baik bagi tiap-tiap individu. Bahkan sebelum masuk pada masa tua pun individu telah mengembangkan perspektif tentang kematian. Mulai pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa.
Pada usia tua, tiap-tiap individu mengalami proses pertemuan antara perspektif kematian yang dikembangkannya dengan kematiannya sendiri. Individu pada masa menjelang kematian (sekarat) menurut Kubler-Ross akan mengalami proses-proses berkaitan dengan pola pikir dan perilakunya dalam menghadapi kematiannya hingga akhirnya individu mencapai penerimaan akan kematian yang akan menjemputnya. Kematian memiliki pengaruh sosial yaitu bagi keluarga dan kerabat yang ditinggalkan. Perasaan berduka dan kehilangan dirasakan oleh keluarga yang ditinggalkan dan hal ini memiliki dampak psiokologis bagi mereka yang berduka. Hal-hal diatas dari berkembangnya perspektif tentang kematian pada akhir usia, fase-fase menjelang kematian, fase berduka cita, kehilangan pasangan hidup menjadi bahasan dalam makalah ini.


PEMBAHASAN

Penyebab kematian dan harapan mengenai kematian
Hampir kebanyakan orang berpikir bahwa kematian itu hanyalah milik orang yang sudah lanjut usia saja. Padahal setiap orang bisa mati kapanpun, dimanapun, dan bagaimanapun caranya tanpa sesuai dengan keinginannya tidak di akhir siklus hidup manusia. Baik itu pada waktu bayi, anak-anak, remaja, ataupun dewasa. Kematian bisa disebabkan oleh kecelakaan, sakit, pembunuhan, ataupun usaha untuk bunuh diri. Kemaian dapat juga terjadi di awal kehidupan, yaitu pada beberapa saat setelah kelahiran atau malah masih dalam kandungan sudah meninggal. Pada awal setelah kelahiran bayi mati karena kebanyakan diakibatkan oleh SIDS ( Sudden Infant Death Syndrom ). SIDS adalah kematian tiba-tiba pada bayi yang terlihat sehat. Sering terjadi pada usia 2-4 bulan. Penyebabnya karena berhentinya pernafasan, tapi penyebab utamanya masih dalam penyelidikan lebih lanjut. Sedangkan pada masa kanak-kanak, remaja, dewasa, lebh diakibatkan karena sakit, kecelakaan, korban tindakan kriminalitas, atau malahan karena upaya bunuh diri. Harapan oarang menenai kematian adalah sangat perseptual sesuai apa yang diyakini. Kebanyakan ajaran agama meyakini ada kehidupan setelah kematian yaitu kehidupan di dalam surga dan neraka. Jadi selama di dunia manusia saling berlomba untuk mengejar bekal untuk kehidupan kematian atau malah tidak mau tahu.
Perkembangan sikap terhadap kematian terjadi pada beberapa fase perkembangan dalam kehidupan. Antara lain pada masa kanak-kanak, remaja, dan dewasa. Pada tiap-tiap fase ini berkembang perspektif tentang kematian yang berbeda-beda menurut tingkat perkembangan yang dialami.

Masa kanak-kanak
Masa ini dimulai sejak bayi dan mayoritas peneliti percaya bahwa bayi tidak memiliki konsep dasar tentang kematian. Bayi lebih mengembangkan keterikatan dengan pengasuh dan mereka dapat mengalami perasaan kehilangan atau pemisahan serta kecemasan dalam proses ini. Pada usia 3-5 tahun, anak sedikit atau tidak sedikitpun memiliki pandangan terhadap kematian. Dalam suatu penelitian pada anak usia 3-5 tahun mengenai persepsi kematian, didapati bahwa anak menolak kematian. Anak usia 6-9 tahun percaya akan kematian namun hanya minoritas anak. Anak usia 9 tahun ke atas mengenali kematian dan universalitasnya ( Nagy, 1948 dlm Santrock 2002).

Masa Remaja
Pandangan remaja mengenai kematian tidak terlalu jelas. Remaja mengemabagkan konsep yang abstrak tentang kematian. Remaja menggambarkan kematian sebagai kegelapan, cahaya, transisi, atau ketiadaan sama sekali (Wenestan & Wass,1987) selain pandangan yang filosofis dan religius.

Masa Dewasa
Pada usia dewasa awal individu belum menunjukkan pemahaman khusus mengenai kematian dan meningkat pada usia dewasa tengah ditandai dengan berkembangnya pemikiran tentang akhir hidup. Individu-individu pada usia dewasa akhir labih banyak memikirkan tentang kematian dan membicarakannya dibanding individu usia dewasa awal dan tengah. Mereka juga mengalami pengalaman tentang kematian yaitu kematian teman atau saudara. Di fase usia akhir ini pemikiran dan pemahaman mengenai kematian mengalami peningkatan.

Fase-fase menjelang kematian menurutTeori Kubler-Ross
• Penolakan dan Isolasi (denial and isolation)
Merupakan fase pertama yang diusulkan Kubler-Ross dimana orang menolak kematian benar-benar ada. Hal ini merupakan reaksi utama dari penyakit yang tidak tertolong lagi. Penolakan biasanya pertahanan diri yang bersifat sementara dan akan digantikan dengan rasa penerimaan yang meningkat saat seseorang dihadapkan pada beberapa hal seperti pertimbangan keuangan, urusan yang belum selesai, dan kekhawatiran mengenai kehidupan anggota keluarga kemudian.

• Amarah (anger)
Merupakan fase kedua saat orang yang menjelang kematian menyadarai bahwa penolakan tidak dapat dipertahankan lagi. Penolakan muncul dalam rasa marah, benci, dan iri. Ini terjadi karena individu menyadari kenapa dirinya yang menghadapi kematian, bukan orang lain. Kemarahannya itu diproyeksikan kepada perawat, dokter, keluarganya, dan juga Tuhan.

• Tawar-menawar (bargaining)
Merupakan fase ketiga menjelang kematian dimana orang mengembangkan harapan bahwa kematian bisa ditunda atau diundur. Individu melakukan tawar menawar dalam arti memohon kepada Tuhan agar diperpanjang harapan hidupnya.

• Depresi
Fase keempat menjelang kematian dimana orang yang dalam kondisi sekarat menerima kematian yang akan menemuinya. Pada titik ini, suatu periode depresi atau persiapan berduka mungkin muncul. Orang dalam fase ini menjadi pendiam, menolak orang lain, dan banyak merenung. Menurut Kubler-Ross, usaha menghibur orang yang akan menemui ajalnya justru menjadi penghalang atau pengganggu bagi orang tersebut.

• Penerimaan
Fase kelima menjelang kematian dimana seseorang mengembangkan rasa damai, menerima takdir, dan ingin ditinggal sendiri. Pada fase ini perasaaan sakit pada fisik akan menghilang karena sikap kepasrahan individu atas kematiannya.

Meiske Y. Suparman, S.Psi., Psi (didalam buku “Dari anak sampai usia lanjut:bunga rampai psikologi anak”,2004) dalam bab Kematian : Akhir kehidupan mengemukakan tiga jenis kematian:
1. Kematian Fisiologis (Physiological Death)
Seseorang dikatakan mengalami kematian fisiologis jika semua proses fisik yang menopang hidupnya berhenti berproses. Kriteria Harvard tentang kematian fisiologis adalah kematian total dari otak atau terhentinya aktivitas otak, criteria ini dikritik karena terlalu luas.

2. Kematian Fisiologis (Physiological Death)
Kematian psikologis terjadi ketika seseorang kehilangan “dirinya”-suatu kepribadian yang terintegrasi yang membuatnya mampu berinteraksi dengan orang lain. Pada kasus dementia dan koma, kematian psikologis mendahului kematian fisiologis (Thomas,1992).

3. Kematian Sosial (Social Death)
Kematian social merupakan proses ketika orang lain terputus hubungannya dengan orang yang sudah meninggal. Ditandai dengan upacara pemakaman, ritual, dan prosesi duka cita lain.

Weisman (dalam.Thomas, 1992) memandang kematian dalam tiga fase :
1. acute phase, dimulai ketika pasien mengetahui dioagnosis atas penyakitnya untuk pertama kali. Pasien merasa cemas dan marah.
2. chronic living-dying phase, ketika pasien memiliki suatu rentang reaksi emosional: kebanyakan merasa takut jika bukan karena kematian, mereka takut terhadap kesendirian dan kehilangan control- dan banyak pula yang berduka sekaligus berharap dan menerima
3. terminal phase, ketika pasien menarik diri secara emosional dari dunianya untuk menghadapi kematian.

Kehilangan pasangan hidup dan Duka cita
Kehilangan tersulit adalah kehilangan pasangan hidup. Kehilangan pasangan ini tidak dapat dihindarkan karena takdir Illahi. Beragam dampaknya, yaitu kehilangan ikatan yang sudah terjalin bertahun-tahun, baik itu emosional dan fisik, memulai kembali adaptasi atas suasana yang baru. Memang bagi yang sudah berpasangan kematian adalah suatu proses yang tak terhindarkan, mereka tidak dapat merencanakan untuk mati bersama-sama atau siapa yang meninggal terlebih dahulu. Bagi yang masih hidup dari pasangan tersebut, kesepian dan kesedihan akan menghantui sepanjang mampu untuk merelakan dan menerimanya sebagai hal yang alami dalam kehidupan.

Faktor Yang Membedakan Sikap Terhadap Kematian
• Sebab kematian
– Perbedaan sikap akan terjadi apabila ditanyakan pada orang yang sakit keras dengan yang sehat. Penyebab kematian tidak hanya sakit karena dapat saja kecelakaan yang mendadak.
• Perbedaan jenis kelamin
– Hasil riset Kastenbaum, bahwa laki-laki lebih tidak tahan terhadap rasa sakit. Sedangkan wanita lebih takut pada kematian orang lain yang disebabkan sakit.
• Budaya dan faktor sosial ekonomi
– Tampak pada ritual dan cara mengekspresikan emosi
• Kejadian dalam sejarah
– Situasi perang akan membuat sikap seseorang berbeda terhadap kematian
• Tipe kepribadian
– Kepribadian pencemas dan impulsif akan memberikan sikap yang berbeda tentang kematian dibandingkan orang yang tenang
• Tingkat perkembangan dan tujuan hidup
– Sikap terhadap kematian antara anak-anak, remaja, dewasa dan manula akan berbeda.
• Kondisi fisik dan sosial
– Meninggal di rumah sakit berbeda dengan di rumah atau dikantor

Menurut Dr. Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiatri dari Swiss, Ada lima fase yang biasanya dilalui oleh seseorang ketika mengalami duka cita akibat kematian salah seorang anggota keluarga atau teman dekat yaitu shock, denial, anger, mourning dan recovery.
1. Shock (Terkejut)
Perasaan terkejut dan tidak percaya dengan kabar yang didengar. Dalam diri bilang “Tidak”, ini tidak boleh dan tidak mungkin terjadi.
2. Denial (Penyangkalan)
Individu merasa kematian hanyalah mimpi buruk saja, dan bukan merupakan suatu kenyataan. Menurut Kubler-Ross, kata ‘meninggal’ merupakan suatu kata yang memperhalus kata ‘mati’ sebagai produk dari budaya masyarakat yang menyangkal kematian.
3. Anger (Kemarahan)
Individu tidak terima dengan kematian dan mulai menyalahkan semua pihak yang menyebabkan itu terjadi. Individu bahkan cenderung menyalahkan Tuhan (Ini adalah reaksi wajar bagi orang-orang yang mengakui adanya Tuhan yang Maha Kuasa), juga menyalahkan situasi dan orang lain, dokter dan tim medis, ambulan yang tidak tersedia dan rumah sakit.
4. Mourning (Berkabung)
Menurut Kubler-Ross, Fase ini merupakan fase yang berlangsung cukup lama, bisa berlangsung dalam beberapa bulan atau mungkin beberapa tahun. Perasaan depresi, rasa bersalah, rasa kehilangan, kesepian, panik dan menangis tanpa pemicu yang jelas bisa saja ditampakkan dalam fase ini, bahkan bisa termanifestasi dalam penyakit fisik ringan.
5. Recovery (Pemulihan)
Menurut beberapa orang, kematian tidak bisa dipulihkan karena kematian telah mengubah hidup mereka selamanya dan tidak bisa mengembalikan situasi kembali seperti sebelumnya. Namun demikian rasa sakit akibat kematian akan berkurang seiring dengan berjalannya waktu.


SIMPULAN

1. Perkembangan mengenai kepercayaan dan pemahaman dimulai sejak usia kanak-kanak, remaja, dan dewasa yang mengalami peningkatan dalam usia lanjut atau usia akhir. Pada tiap-tiap masa berkembang kepercayaan dan pemahaman sesuai dengan perkembangan individu.

2. Teori Elizabeth Kubler-Ross (1969) mengenai fase-fase menjelang kematian , yaitu: Penolakan (denial), Amarah (anger), Tawar-menawar (bargaining), Depresi (depression), Penerimaan (acceptance).

3. Meiske Y. Suparman, S.Psi., Psi mengemukakan tiga jenis kematian, yaitu: Kematian Fisiologis (Physiological Death), Kematian Fisiologis (Physiological Death), Kematian Sosial (Social Death).

4. Menurut Dr. Elisabeth Kubler-Ross, seorang psikiatri dari Swiss, Ada lima fase yang biasanya dilalui oleh seseorang ketika mengalami duka cita akibat kematian yaitu, shock, denial, anger, mourning dan recovery.


REFERENSI

Santrock, J.W. 1995. Life-Span Development 5th. Edition jilid II. Jakarta : Erlangga
Gunarsa, Singgih D. 2004. Dari anak sampai usia lanjut: bunga rampai psikologi anak. Jakarta: BPK Gunung Mulia

PERKEMBANGAN KOGNITIF DAN KEPRIBADIAN PADA MASA REMAJA

22.54
BAB I
PENDAHULUAN

Semua oang dewasa pernah mengalami masa remaja, mungkin setiep orang mempinyai kenangan tersendiri akan masa itu. Pada masa remaja yang menurut sebagian ahli adalah masa yang marjinal tidak dapat dikategorikan kedalam masa kanak-kanak maupun masa dewasa. Remaja ada dalam tempat marjinal (Lewin, 1939). Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa tansisi atau peralihan (Calon, 1953) karena masa remaja belum mendapatkan status orang dewasa tetapi tidak lagi masuk dalam status anak-anak. Walaupun demikian masa remaja memang harus dilalui oleh siapapun, tidak ada yang dapat menghindarinya kecuali maut telah mendahului.
Pada masa ini remaja mengalami perkembangan kognitif dan kepribadian. Kesemuanya diatur oleh kematangan otak yang telah mengalami kemajuan pesat dari masa sebelumnya dan perkembangan fisik maupun biologis. Perkembangan kognitif ini didasari oleh teori pentahapan Piaget , operasional formal. Dimana selama hidupnya akan terjadi proses asimilasi dan akomodasi terhadap informasi yang ada di lingkungan. Pada masa ini remaja terjadi pergolakan dalam setiap pengambilan keputusan. Ini terjadi karena sebelumnya orang tua yang mendominasi dalam segala bentuk keputusan. Kognisi remaja dipengaruhi oleh suatu pemikiran egosentris, dimana remaja adalah aktor dan lainnya hanyalah pelengkap bagi dirinya. Sedangkan dalm urusan kepribadian, menurut Erikson terjadi kebingungan identitas padahal lebih tepatnya usaha untuk mencapai suatu originalitas.

BAB II
PEMBAHASAN

Perkembangan Kognitif

Pemikiran Operasional Formal
Konsep ini adalah hasil dari teori Piaget tentang perkembangan. Dalam teori ini operasional formal berlangsung pada usia 11 tahun hingga 15 tahun, pemikiran seorang remaja lebih abstrak daripada pemkiran seorang anak. Terjadi karena remaja berada pada dunia yang lebih luas dan pengalaman yang diperoleh lebih banyak daripada masa sebelumnya. Dengan abstraknya pemikiran mereka, remaja akan semakin tertantang untuk mencoba membuktikan pemikirannya. Pada masa ini mereka juga idealis, semuanya harus sesuai dengan yang diidealkannya. Di masa ini remaja juga dibingungkan oleh standar-standar ideal yang dibuat dan diadopsinya. Inilah yang membuat remaja mudah dipengaruhi pemikirannya dan seringkali menjadi berbagai ideologi. Mereka berpikiran ke masa depan, suatu yang dicita-citakan dengan ataupun tanpa ada rancanngan fondasi untuk dapat meraihnya.
Pada masa remaja hormon-hormon tertentu meningkat sehingga mempengaruhi bentuk tubuh seperti hormon testosteron pada laki-laki dan estradiol pada perempuan. Pada laki-laki terdapat perubahan bentuk tubuh seperti tumbuhnya rambut kemaluan, jakun, dada yang semakin bidang, tumbuh kumis, perbesaran pada penis, dan pertambahan tinggi badan. Sedangkan pada perempuan, terdapat perubahan pada buah dada yang semakin membesar, tumbuh rambut pada kemaluan, pertunbuhan tinggi badan, dan melebarnya pinggul. Itu semua diakibatkan oleh meningkatnya hormon-hormon disekresi oleh kelenjar tiroid. Dengan adanya perubahan seperti itu remaja akan menyadari bahwa di dunia ini diciptakan dua makhluk Tuhan yaitu laki-laki dan perempuan. Dalam perkembangan kognisi, juga dipengaruhi oleh nature dan nurture. Maksudnya yaitu antara faktor nature (alami/bawaan) dan nurture (lingkungan) saling mempengaruhi, tidak ada pengaruh yang paling mendominasi. Nature dapat diartikan bahwa dalam proses kognisi dapat berjalan jika didukung dengan otak sebagai pengendalinaya. Pada proses ini sensasi dan persepsi sangat berpengaruh bagi remaja dalam berpikir dan ditunjukkan dengan perilaku. Sedangkan faktor nurture ini diibaratkan seperti tabula rasa. Pada masa remaja mulai banyak dijejali informasi dari luar tubuhnya dan pengalaman-pengalaman. Yang akibatnya remaja selalu memperhitungkan faktor nurture itu dalam kesehariannya, itupun sesuai dengan bagaimana remaja mempersepsi dan menggunakan kognitifnya.
Kognisi Sosial
Di masa remaja terdapat suatu kecenderungan sifat yaitu egosentrisme. Ini terbagi lagi menjadi dua yaitu penonton khayalan dan dongeng pribadi. Egosentrisme ini adalah suatu anggapan remaja bahwa dialah yang menjadi pusat dari segalanya dan yang lainnya hanyalah pelengkap bagi dirinya. Perasaan semacam ini wajar karena remaja sedang berproses dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa dan mereka sedang mencari arti dari sebuah realitas tanpa bantuan orang tua lagi/mandiri. Penonton khayalan adalah suatu persepsi remaja bahwa orang lain yang ada di sekitarnya itu selalu memperhatikannya. Contohnya yaitu bayangkan bila seorang anak perempuan kelas dua SMP yang menganggap bahwa semua mata tertuju pada keningnya hanyalah karena ada sebiji jerawat. Dia merasa sangat hina dan menyesal telah berada dalam situasi itu dan menyalahkan dirinya. Padahal apakah sampai sedemikian halnya pemikiran orang-orang sama dengan yang dipikirkan si anak SMP itu. Lain halnya dengan dongeng pribadi, yang merupakan bagian dari egosentrisme remaja yang meluputi perasaan unik seorang remaja. Dengan adanya rasa itu remaja beranggapan bahwa tidak ada yang dapat memahami dan mengerti bagaimana perasaan mereka sebenarnya. Untuk mempertahankan rasa unik tersebut remaja membuat suatu cerita tentang dirinya dan fantasinya. Ini sering dicurahkan dalam bentuk cerita di buku harian mereka. Dan tentunya hanyalah mereka sendiri yang memahaminya.
Pengambilan Keputusan
Seiring dengan berjalannya waktu, remaja menjadi sebagai makhluk yang bereksistensial. Ini ditunjukkan dengan adannya sikap untuk mengambil keputusan sendiri. Walapun pada kenyataanya orang tua masih sering mengintervensi. Tapi di masa remaja terdapat keinginan melepas ketergantungan itu dan memilih untuk mengambil keputusan berdasarkan hasil sensasi dan persepsinya. Yang ingin ditonjolkan yaitu bahwa mereka punya kendali akan dirinya bukan orang lain dan mereka juga berpikir secara aktif dengan akalnya. Ini yang menjadikan mereka sering berselisih paham dengan orang tuanya dan orang lain karena berbeda pendapat dan penafsiran akan sesuatu. Remaja ada dalam tempat marjinal (Lewin, 1939). Itulah sebabnya integritas remaja dalam mengambil keputusan belum dianggap. Dikarenakan adanya persepsi bahwa remaja masih dikategorikan sebagai anak-anak bukan orang dewasa. Masa remaja menunjukkan dengan jelas sifat-sifat masa tansisi atau peralihan (Calon, 1953) kareana masa remaja belum mendapatkan status orang dewasa tetapi tidak lagi masuk dalam status anak-anak. Oleh karena itulah remaja dipandang dalam posisi yang marjinal. Dalam pengambilan keputusan, di masayarakat terdapat ajaran budaya dan doktrin yaitu bahwa remaja itu masih merupakan tanggungan orang tua maka remaja sebagai anak yang patuh harus mau tunduk atas kehendak orang tua. Padahal dalam diri remaja itu terdapat suatu keinginan untuk menjadi dirinya sendiri, tidak ingin disamakan dengan orang tua. Lebih tepatnya mereka ingin dianggap berbeda dari masa sebelumya (anak-anak,red.) atau otentik.

Perkembangan Kepribadian

Kepribadian adalah sesuatu yang abstrak untuk dapat dilihat secara kasat mata. Kepribadian merupakan suatu konstruksi sosial yang dibuat oleh manusia guna memahami manusia. Kepribadian adalah kumpulan dari sifat-sifat relatif permanen pada manusia yang muncul pada saat tertentu secara konsisten. Kepribadian ini adalah suatu topeng dari watak yang dimiliki manusia, fungsinya untuk dapat menutupi wajah aslinya dari orang lain. Terdapat perbedaan antara watak dan kepribadian, watak merupakan sekumpulan sifat yang tidak mungkin diubah dan berasal dari bawaan sejak lahir, sedangkan kepribadian itu sama dengan watak tapi yang membedakan yaitu sifat-sifatnya bisa diubah karena hanya bersifat relative permanen. Kepribadian dimunculkan secara berbeda-beda dalam berbagai situasi dan merupakan suatu individual differences. Begitu pula dengan remaja yang sedang dalam perjalanan menuju dewasa dalam berhubungan dengan orang lain. Perlu diketahui bahwa setiap manusia itu mempunyai kepribadian semenjak lahir dan otentik/khas. Kepribadian ini contohnya yaitu bagaimana kita berbicara dengan orang lain, cara bergaul, berpakaian, duduk, berperilaku, dan lainnya. Pada masa remaja terdapat suatu dorongan untuk dapat berdiri sendiri dan originalitas. Ini dikarenakan adanya suatu kognisi pada remaja yang mengarahkan untuk harus berbeda dari pencitraan anak-anak dan dewasa. Maksud dari berdiri sendiri yaitu berusaha untuk bertindak tanpa bantuan orang tua. Karena tidak ingin dicap sebagai anak mami dan ingin bebas dari belenggu orang tua. Sikap ini mendorong remaja untuk memisahkan diri dari orang tua dan menuju ke arah teman-teman sebaya. Hasil dari pergaulan dengan teman sebaya menghasilkan suatu kelompok dengan pengkonformitasan kelompok antar sesama anggotanya. Baik itu berupa perilaku, sikap, dan cara pandang tentang kehidupan. Sebaliknya originalitas ini adalah salah suatu upaya remaja untuk membentuk kepribadian yang berbeda dari orang lain menurut keinginannya. Bukan seperti Erikson yang mengatakan bahwa pada masa remaja terjadi kebingungan identitas. Remaja sudah mempunyai kepribadian dan yang terjadi yaitu upaya untuk dapat membentuk sesuai dengan originalitasnya. Seperti dalam tinjauan Debesse (1936) yang mengatakan bahwa remaja sebetulnya menonjolkan apa yang membedakan dirinya dari orang dewasa, yaitu originalitasnya dan bukan identitasnya. Dan perlu diingat bahwa remaja itu mempunyai kecenderungan untuk memberikan kesan lain daripada yang lain (anak-anak dan dewasa).

BAB III
SIMPULAN

Dalam masa remaja terdapat perkembangan kognitif dan kepribadian. Dapat kami simpulkan bahwa pada masa remaja perkembangan kognitif meliputi :
1. Pemikiran operasional formal yaitu pemikiran lebih abstrak dari pemikiran seorang anak telah mengalami kemajuan. Remaja juga tidak lagi terbatas pada pengalaman konkret aktual sebagai dasar pemikiran. Sebaliknya, mereka dapat membangkitkan situasi-situasi khayalan, kemungkinan-kemungkinan hipotetis, atau dalil-dalil dan penalaran benar-benar abstrak.
2. Kognisi sosial berupa egosentrisme. Yang dapat dikelompokkan menjadi penonton khayalan dan dongengng pribadi.
3. Pengambilan keputusan yaitu remaja dihadapkan pada situasi dimana dia bukan memjadi seorang anak lagi melainkan seorang yang mulai beranjak ke masa dewasa. Dan terdapat hasrat yang tinggi dalam mengambil keputusan karena ingin lepas dari bayag-bayang orang tua.
Sedangkan perkembangan kepribadian yaitu kecenderungan remaja melakukan originalitas dan berdiri sendiri. Orginalitas itu yaitu berusaha untuk membedakan dirinya dari kategori anak-anak dan dewasa. Sedangkan berdiri sendiri yaitu berusaha sendiri tanpa bantuan orang tua dan ingin dianggap mandiri.


Referensi :

Mönks, F.J., Knoers, A.M.P. dan Haditono, Siti Rahayu. (1989). Psikologi perkembangan: pengantar dalm berbagi bagiannya. Yogyakarta : Gadjah Mada University Press
santrock, J. W. (2002). Live-Span Development: Perkembangan Masa Hidup, Edisi 5 Jilid II. Jakarta: Penerbit Erlangga
22.50

Biografi :

Presiden Amerika Serikat Ke-16
Masa jabatan : 4 Maret 1861 – 15 April 1865
Wakil Presiden: Hannibal Hamlin (1861 - 1865); Andrew Johnson (Maret - April 1865)
Pendahulu : James Buchanan
Pengganti : Andrew Johnson
Tanggal lahir : 12 Februari 1809. Hardin County, Kentucky (sekarang di LaRue County)
Meninggal : 15 April 1865. Washington, D.C.
Partai politik : Whig, Republik
Pasangan : Mary Todd Lincoln
Agama : Kristen




Sejarah singkat :
Abraham Lincoln adalah Presiden Amerika yang ke-16 dengan masa jabatan 1861 - 1865. Ia menjadi presiden di saat Amerika menghadapi saat-saat genting perang saudara. Presiden Lincoln dikenal sebagai pencetus Proklamasi Pembebasan yang menyataan bahwa semua budak belian di Amerika, baik selatn maupun utara, akan bebas mulai dari 1 Januari 1863. Abraham Lincoln juga dikenal sebagai Abe Lincoln dan menggunakan nama julukan (nicknamed) Honest Abe, Rail Splitter, dan Great Emancipator. Sebelum menjabat menjadi Presiden, ia juga menjadi wakil presiden pertama dari Partai Republik. Presiden Lincoln menjadi salah satu presiden Amerika yang meninggal dalam masa jabatannya karena pembunuhan.

Masa kecil :
Abraham Lincoln dilahirkan di sebuah gubuk kecil di Kentucky pada 12 Februari 1809. Orang tuanya miskin dan tidak berpendidikan. Lincoln sendiri hanya mengecap pendidikan selama kira-kira setahun, tetapi dalam waktu singkat itu ia dapat membaca, menulis dan berhitung. Ketika ia beranjak dewasa ia berusaha keras untuk menambah pengetahuannya. Ia menggunakan sebaik-baiknya semua buku yang dapat dibacanya, akhirnya ia berhasil menjadi seorang ahli hukum pada usia 28 tahun.

Sebelum menjabat presiden :
Ketika masih muda, Abraham Lincoln bekerja dalam berbagai bidang. Ia pernah bekerja sebagai pembelah kayu pagar, menjadi tentara, menjadi kelasi di kapal-kapal sungai, juru tulis, mengurus kedai, kepala kantor pos, dan akhirnya menjadi pengacara. Ia giat membela hak-hak para budak Afrika. Selama masa jabatannya, ada banyak budak di Selatan dan ia ingin para budak itu dibebaskan. Orang-orang yang tidak setuju dengan rencananya, membentuk Persatuan Selatan dan sebuah pasukan untuk berperang melawan pasukan Utara Lincoln pada Perang Utara-Selatan. Pasukannya memenangkan peperangan itu. Langkah pertamanya memasuki lapangan politik terjadi pada 1832 pada saat ia berusia 23 tahun. Ketika itu ia berusaha untuk dipilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah negara bagian Illinois, di bagian barat-tengah Amerika. Namun ia kalah pada saat pemilihan, dua tahun kemudan ia berusaha kembali dan menang. Setelah itu ia kembali dipilih selama tiga kali berturut-turut setelahnya.

Masa kepresidenan :
Pada tahun 1847, saat ia berusia 38 tahun, ia tepilih menjadi anggota Dewan Perwakilan Rakyat Amerika. Abraham Lincoln menjadi terkenal di seluruh negara sebagai orang politik, akibat perdebatannya dengan seorang lawan Stephen A. Douglas dalam kampanye pemilihan Senator Amerika pada tahun 1858. Sekalipun ia kalah dalam pemilihan senator, partai Republik memilihnya menjadi calon presiden dalam pemilihan pada tahun 1860. Saat itu Amerika Serikat telah hampir terpecah belah akibat masalah perbudakan. Pada 6 November 1860, Lincoln dilantik menjadi Presiden Amerika Serikat yang ke-16 dan sebulan kemudian, perang saudara Amerika antara negara-negara bagian di Utara dan negara-negara bagian di Selatan pecah. Walaupun ia membenci perang, Presiden Lincoln menerimanya sebagai satu-satunya jalan untuk menyelamatkan persatuan negara. Pada pertengahan perang saudara, Presiden Abraham Lincoln mengeluarkan Proklamasi Pembebasan yang mengubah hajat hidup orang banyak di Amerika. Proklamasi itu menyatakan bahwa semua budak belian di negara-negara bagian ataupun daerah-daerah negara-negara bagian yang melawan Amerika Serikat akan bebas mulai 1 Januari 1863. Proklamasi itu mencetuskan semangat semua orang yang memperjuangkan kebebasan, dan menjad pendorong ke arah penghapusan perbudakan di seluruh Amerika Serikat. Presiden Abraham Lincoln dipilih kembali pada 1864, ditengah-tengah kemenangan-kemenangan militer Amerika Serikat yang menuju berakhirnya Perang Saudara. Dalam merencanakan perdamaian Presiden Abraham Lincoln bersifat fleksibel dan bermurah hati. Ia mengajak orang-orang selatan yang memberontak supaa meletakkan senjata dan kembali ke pangkuan Amerika Serikat. Semangat yang menjadi pedomannya jels serupa dengan semangat pidato pelantikannya yang kedua. Kalimat ini kini terukir di salah satu dinding tugu peringatan Lincoln (Lincoln Memorial) di Washington DC yang berbunyi;
Dengan keteguhan hati dan kebenaran yang sesuai dengan titah Allah, marilah kita berusaha untuk menyelesaikan tugas kita sekarang, yaitu menyembuhkan luka-luka bangsa.
Presiden Lincoln tertembak di teater Ford, Washington, AS, pada 14 April 1865 dan meninggal keesokan harinya pada tanggal 15 April 1865 pada usia 56 tahun. Pembunuhnya, John Wilkes Booth adalah seorang pemain sandiwara yang memiliki gangguan jiwa, ia juga salah seorang pendukung Konfederasi yang menentang diserahkannya tentara Konfederasi kepada pemerintah setelah berakhirnya perang saudara. Presiden Lincoln dimakamkan di Springfield, AS dan dikenang oleh Amerika dan dunia sebagai pejuang demokrasi karena jasa-jasanya.









Komponen Temperamen Primer (Sheldon)

Komponen Temperamen Komponen Jasmani
yang Berhubungan Sifat
Somatonia Otot dominan Gagah, energik, suka berterus terang, suara lantang, nampak > dewasa, kebutuhan bergerak besar



Konstitusi Jasmani (Kretschmer)

1. Tipe atletis
 Ukuran mendatar dan menegak dalam perbandingan seimbang, sehingga kelihatan selaras; tipe ini merupakan perpaduan antara piknis dan leksotom











Tipologi Hippocrates - Galenus
Cairan
Prinsip
Tipe
Sifat

Chole / empedu kuning
Tegangan
Kholeris
Hidup (besar semangat), keras, hatinya mudah terbakar, daya juang besar, optimistis




De-Giovani
Togok normal à bentuk tubuh normal




Viola
1. Normosplanchnis à ukuran memanjang dan melebar selaras, bentuk tubuh selaras

cinta dan macamnya

22.18
Tipe-tipe dari Cinta
Pakar sosiologi John Lee menyebutkan bahwa ada 6 dasar bentuk dari cinta yaitu :
1. Eros : cinta akan kecantikan
seseorang dengan tipe ini akan dengan mudah tertarik dengan kecantikan. Mereka lebih menyenangi sentuhan, dan sangat tertarik dengan setiap detail dari yang dicintai. Cinta mereka membara, tetapi hanya sementara dan perasaan itu kemudian mati.
2. Mania : cinta obsesif
bagi seseorang dengan keategori mania, cinta bagi mereka adalah sebuah roller coaster. Pada suatu saat mereka akan sangat mencintai seseorang sehingga tidak bisa tidur atau merasa sakit dengan perasaan itu, kemudian pada saat yang sekejap perasaan itu hilang.
3. Ludis : bermain cinta
bagi orang dengan kategori ini, cinta berarti sebuah permainan, sesuatu untuk dipermainkan daripada untuk terjun lebih jauh pada perasaan tersebut. Cinta adalah kesenangan, tidak ada kata serius dan tidak peduli.
4. Storge : cinta teman
tipe ini berarti mencintai terhadap teman sendiri, dalam arti: pada awalnya mereka adalah teman atau sahabat, lalu kemudian muncul perasaan cinta. Jika rasa cinta padam, jarang dari mereka akan berteman kembali.
5. Agape : cinta yang mementingkan orang lain
cinta ini suci, kesabaran, dan tidak adanya tuntutan. Cinta ini adalah bentuk cinta para orang suci. Tetapi lee tidak menemukan bentuk cinta ini terhadap survey yang dilakukannya.
6. Pragma : cinta praktis
orang dengan tipe cinta seperti ini akan lebih mengedepankan logika dalam pendekatannya untuk mencari seseorang. Mereka mencari pasangan dimana terdapat kesamaan dalam latar belakang, pendidikan, kepribadian, agama dan ketertarikan.
Menurut Lee, jika seseorang ingin berhasil dalam hubungan percintaan, mereka harus mencari pasangan dengan style yang sama, karena jika mereka memiliki style atau bentuk-bentuk cinta yang berbeda, akan semakin sedikit kesempatan untuk saling mengerti satu sama lain
22.09
22.04
06.24
Urgensi Mursyid

Allah Swt. berfirman:

“Barangsiapa mendapatkan kesesatan, maka ia tidak akan menemukan (dalam hidupnya) seorang wali yang mursyid” (QS.al-Kahf[18]:17)

Dalam tradisi tasawuf, peran seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani) merupakan syarat mutlak untuk mencapai tahapan-tahapan puncak spiritual. Eksistensi dan fungsi Mursyid atau wilayah kemursyidan ini ditolak oleh sebagaian ulama yang anti tasawuf atau mereka yang memahami tasawuf dengan cara-cara individual. Mereka merasa mampu menembus jalan ruhani yang penuh dengan rahasia menurut metode dan cara mereka sendiri, bahkan dengan mengandalkan pengetahuan yang selama ini mereka dapatkan dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Namun karena pemahaman terhadap kedua sumber ajaran tersebut terbatas, mereka mengklaim bahwa dunia tasawuf bisa ditempuh tanpa bimbingan seorang Mursyid.

Pandangan demikian hanya layak secara teoritis belaka. Tetapi dalam praktek sufisme, hampir bisa dipastikan, bahwa mereka hanya meraih kegagalan spiritual. Bukti-bukti historis akan kegagalan spiritual tersebut telah dibuktikan oleh para ulama sendiri yang mencoba menempuh jalan sufi tanpa menggunakan bimbingan Mursyid. Para ulama besar sufi, yang semula menolak tasawuf, seperti Ibnu Athaillah as-Sakandari, Sulthanul Ulama Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Syeikh Abdul Wahab asy-Sya’rani, dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali akhirnya harus menyerah pada pengembaraannya sendiri, bahwa dalam proses menuju kepada Allah tetap membutuhkan seorang Mursyid.

Masing-masing ulama besar tersebut memberikan kesaksian, bahwa seorang dengan kehebatan ilmu agamanya, tidak akan mampu menempuh jalan sufi, kecuali atas bimbingan seorang Syekh atau Mursyid. Sebab dunia pengetahuan agama, seluas apa pun, hanyalah “dunia ilmu”, yang hakikatnya lahir dari amaliah. Sementara, yang dicerap dari ilmu adalah produk dari amaliah ulama yang telah dibukakan jalan ma’rifat itu sendiri.

Jalan ma’rifat itu tidak bisa begitu saja ditempuh begitu saja dengan mengandalkan pengetahuan akal rasional, kecuali hanya akan meraih Ilmul Yaqin belaka, belum sampai pada tahap Haqqul Yaqin. Alhasil mereka yang merasa sudah sampai kepada Allah (wushul) tanpa bimbingan seorang Mursyid, wushul-nya bisa dikategorikan sebagai wushul yang penuh dengan tipudaya. Sebab, dalam alam metafisika sufisme, mereka yang menempuh jalan sufi tanpa bimbingan ruhani seorang Mursyid, tidak akan mampu membedakan mana hawathif-hawathif (bisikan-bisikan lembut) yang datang dari Allah, dari malaikat atau dari syetan dan bahkan dari jin. Di sinilah jebakan-jebakan dan tipudaya penempuh jalan sufi muncul. Oleh sebab itu ada kalam sufi yang sangat terkenal: “Barangsiapa menempuh jalan Allah tanpa disertai seorang guru, maka gurunya adalah syetan”.

Oleh sebab itu, seorang ulama sendiri, tetap membutuhkan seorang pembimbing ruhani, walaupun secara lahiriah pengetahuan yang dimiliki oleh sang ulama tadi lebih tinggi dibanding sang Mursyid. Tetapi, tentu saja, dalam soal-soal Ketuhanan, soal-soal bathiniyah, sang ulama tentu tidak menguasainya.

Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, seorang Syekh atau Mursyid Sufi, mesti memiliki prasyarat yang tidak ringan. Dari konteks ayat di atas menunjukkan bahwa kebutuhan akan bimbingan ruhani bagi mereka yang menempuh jalan sufi, seorang pembimbing ruhani mesti memiliki predikat seorang yang wali, dan seorang yang Mursyid. Dengan kata lain, seorang Mursyid yang bisa diandalkan adalah seorang Mursyid yang Kamil Mukammil, yaitu seorang yang telah mencapai keparipurnaan ma’rifatullah sebagai Insan yang Kamil, sekaligus bisa memberikan bimbingan jalan keparipurnaan bagi para pengikut thariqatnya.

Tentu saja, untuk mencari model manusia paripurna setelah wafatnya Rasulullah saw. terutama hari ini, sangatlah sulit. Sebab ukuran-ukuran atau standarnya bukan lagi dengan menggunakan standar rasional-intelektual, atau standar-standar empirisme, seperti kemasyhuran, kehebatan-kehebatan atau pengetahuan-pengetahuan ensiklopedis misalnya. Bukan demikian. Tetapi, adalah penguasaan wilayah spiritual yang sangat luhur, dimana, logika-logikanya, hanya bisa dicapai dengan mukasyafah kalbu atau akal hati.

Karenanya, pada zaman ini, tidak jarang Mursyid Tarekat yang bermunculan, dengan mudah untuk menarik simpati massa, tetapi hakikatnya tidak memiliki standar sebagai seorang Mursyid yang wali sebagaimana di atas. Sehingga saat ini banyak Mursyid yang tidak memiliki derajat kewalian, lalu menyebarkan ajaran tarekatnya. Dalam banyak hal, akhirnya, proses tarekatnya banyak mengalami kendala yang luar biasa, dan akhirnya banyak yang berhenti di tengah jalan persimpangan.

Lalu siapakah Wali itu? Wali adalah kekasih Allah Swt. Mereka adalah para kekasih Allah yang senanatiasa total dalam tha’at ubudiyahnya, dan tidak berkubang dalam kemaksiatan. Dalam al-Qur’an disebutkan:

“Ingatlah, bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah takut, juga tidak pernah susah.”
Sebagian tanda dari kewalian adalah tidak adanya rasa takut sedikit pun yang terpancar dalam dirinya, tetapi juga tidak sedikit pun merasa gelisah atau susah. Para Wali ini pun memiliki hirarki spiritual yang cukup banyak, sesuai dengan tahap atau maqam dimana, mereka ditempatkan dalam Wilayah Ilahi di sana. Paduan antara kewalian dan kemursyidan inilah yang menjadi prasyarat bagi munculnya seorang Mursyid yang Kamil dan Mukammil di atas.

Dalam kitab Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, -- dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, -- bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak – minimal –ada lima:

1. Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
2. Memiliki pengetahuan yang benar.
3. Memiliki cita (himmah) yang luhur.
4. Memiliki perilaku ruhani yang diridhai.
5. Memiliki matahati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi.

Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:

1. Bodoh terhadap ajaran agama.
2. Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
3. Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
4. Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
5. Berakhal buruk tanpa peduli dengan perilakunya.

Syekh Abu Madyan – ra- menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam perilakunya di hadapan Allah Swt. lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini, maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:

1. Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
2. Mempermainkan thaat kepada Allah.
3. Tamak terhadap sesama makhuk.
4. Kontra terhadap Ahlullah
5. Tidak menghormati sesama ummat Islam sebagaimana diperintahkan Allah Swt.

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”

Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.

Seorang Mursyid yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya.

Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya dan gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang sangat membebani fisik dan jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.

Jika secara khusus, karakteristik para Mursyid sedemikian rupa itu, maka secara umum, mereka pun berpijak pada lima (5) prinsip thariqat itu sendiri:

1. Taqwa kepada Allah swt. lahir dan batin.
2. Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
3. Berpaling dari makhluk (berkonsentrasi kepada Allah) ketika mereka datang dan pergi.
4. Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
5. Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.

Manifestasi Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah.
Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal. Sementara perwujudan ridha kepada Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah total. Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka, dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.

Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1) Himmah yang tinggi,
2) Menjaga kehormatan,
3) Bakti yang baik,
4) Melaksanakan prinsip utama; dan
5) Mengagungkan nikmat Allah Swt.

Dari sejumlah ilusttrasi di atas, maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid yang benar-benar memenuhi standar di atas, sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.

Rasulullah saw. adalah teladan paling paripurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi Jibril di sini identik dengan Mursyid di mata kaum sufi. Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, yang merasa telah sampai kepada-Nya, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh. Maka dalam soal-soal rasional Musa as sangat progresif, tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal batiniyah.

Karena itu lebih penting lagi, tentu menyangkut soal etika hubungan antara Murid dengan Mursyidnya, atau antara pelaku sufi dengan Syekhnya. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, (W. 973 H) secara khusus menulis kitab yang berkaitan dengan etika hubungan antara Murid dengan Mursyid tersebut, dalam “Lawaqihul Anwaar al-Qudsiyah fi Ma’rifati Qawa’idus Shufiyah”.

***
Allah Swt. berfirman:

“Barangsiapa mendapatkan kesesatan, maka ia tidak akan menemukan (dalah hidupnya) seorang wali yang mursyid” (Al-Qur’an).

Dalam tradisi tasawuf, peran seorang Mursyid (pembimbing atau guru ruhani) merupakan syarat mutlak untuk mencapai tahapan-tahapan puncak spiritual. Eksistensi dan fungsi Mursyid atau wilayah kemursyidan ini ditolak oleh sebagaian ulama yang anti tasawuf atau mereka yang memahami tasawuf dengan cara-cara individual. Mereka merasa mampu menembus jalan ruhani yang penuh dengan rahasia menurut metode dan cara mereka sendiri, bahkan dengan mengandalkan pengetahuan yang selama ini mereka dapatkan dari ajaran Al-Qur’an dan Sunnah. Namun karena pemahaman terhadap kedua sumber ajaran tersebut terbatas, mereka mengklaim bahwa dunia tasawuf bisa ditempuh tanpa bimbingan seorang Mursyid.

Pandangan demikian hanya layak secara teoritis belaka. Tetapi daslam praktek sufisme, hampir bisa dipastikan, bahwa mereka hanya meraih kegagalan spiritual. Bukti-bukti historis akan kegagalan spoiritual tersebut telah dibuktikan oleh para ulama sendiri yang mencoba menempuh jalan sufi tanpa menggunakan bimbingan Mursyid. Para ulama besar sufi, yang semula menolak tasawuf, seperti Ibnu Athaillah as-Sakandari, Sulthanul Ulama Izzuddin Ibnu Abdis Salam, Syeikh Abdul Wahab asy-Sya’rani, dan Hujjatul Islam Abu Hamid Al-Ghazali akhirnya harus menyerah pada pengembaraannya sendiri, bahwa dalam proses menuju kepada Allah tetap membutuhkan seorang Mursyid.

Masing-masing ulama besar tersebut memberikan kesaksian, bahwa seorang dengan kehebatan ilmu agamanya, tidak akan mampu menempuh jalan sufi, kecuali atas bimbingan seorang Syekh atau Mursyid. Sebab dunia pengetahuan agama, seluas apa pun, hanyalah “dunia ilmu”, yang hakikatnya lahir dari amaliah. Sementara, yang dicerap dari ilmu adalah produk dari amaliah ulama yang telah dibukakan jalan ma’rifat itu sendiri.

Jalan ma’rifat itu tidak bisa begitu saja ditempuh begitu saja dengan mengandalkan pengetahuan akal rasional, kecuali hanya akan meraih Ilmul Yaqin belaka, belum sampai pada tahap Haqqul Yaqin. Alhasil mereka yang merasa sudah sampai kepada Allah (wushul) tanpa bimbingan seorang Mursyid, wushul-nya bisa dikategorikan sebagai wushul yang penuh dengan tipudaya. Sebab, dalam alam metafisika sufisme, mereka yang menempuh jalan sufi tanpa bimbingan ruhani seorang Mursyid, tidak akan mampu membedakan mana hawathif-hawathif (bisikan-bisikan lembut) yang datang dari Allah, dari malaikat atau dari syetan dan bahkan dari jin. Di sinilah jebakan-jebakan dan tipudaya penempuh jalan sufi muncul. Oleh sebab itu ada kalam sufi yang sangat terkenal: “Barangsiapa menempuh jalan Allah tanpa disertai seorang guru, maka gurunya adalah syetan”.

Oleh sebab itu, seorang ulama sendiri, tetap membutuhkan seorang pembimbing ruhani, walaupun secara lahiriah pengetahuan yang dimiliki oleh sang ulama tadi lebih tinggi dibanding sang Mursyid. Tetapi, tentu saja, dalam soal-soal Ketuhanan, soal-soal bathiniyah, sang ulama tentu tidak menguasainya.

Sebagaimana ayat al-Qur’an di atas, seorang Syekh atau Mursyid Sufi, mesti memiliki prasyarat yang tidak ringan. Dari konteks ayat di atas menunjukkan bahwa kebutuhan akan bimbingan ruhani bagi mereka yang menempuh jalan sufi, seorang pembimbing ruhani mesti memiliki predikat seorang yang wali, dan seorang yang Mursyid. Dengan kata lain, seorang Mursyid yang bisa diandalkan adalah seorang Mursyid yang Kamil Mukammil, yaitu seorang yang telah mencapai keparipurnaan ma’rifatullah sebagai Insan yang Kamil, sekaligus bisa memberikan bimbingan jalan keparipurnaan bagi para pengikut thariqatnya.

Tentu saja, untuk mencari model manusia paripurna setelah wafatnya Rasulullah saw. terutama hari ini, sangatlah sulit. Sebab ukuran-ukuran atau standarnya bukan lagi dengan menggunakan standar rasional-intelektual, atau standar-standar empirisme, seperti kemasyhuran, kehebatan-kehebatan atau pengetahuan-pengetahuan ensiklopedis misalnya. Bukan demikian. Tetapi, adalah penguasaan wilayah spiritual yang sangat luhur, dimana, logika-logikanya, hanya bisa dicapai dengan mukasyafah kalbu atau akal hati.

Karenanya, pada zaman ini, tidak jarang Mursyid Tarekat yang bermunculan, dengan mudah untuk menarik simpati massa, tetapi hakikatnya tidak memiliki standar sebagai seorang Mursyid yang wali sebagaimana di atas. Sehingga saat ini banyak Mursyid yang tidak memiliki derajat kewalian, lalu menyebarkan ajaran tarekatnya. Dalam banyak hal, akhirnya, proses tarekatnya banyak mengalami kendala yang luar biasa, dan akhirnya banyak yang berhenti di tengah jalan persimpangan.

Lalu siapakah Wali itu? Wali adalah kekasih Allah Swt. Mereka adalah para kekasih Allah yang senanatiasa total dalam tha’at ubudiyahnya, dan tidak berkubang dalam kemaksiatan. Dalam al-Qur’an disebutkan:

“Ingatlah, bahwa wali-wali Allah itu tidak pernah takut, juga tidak pernah susah.”
Sebagian tanda dari kewalian adalah tidak adanya rasa takut sedikit pun yang terpancar dalam dirinya, tetapi juga tidak sedikit pun merasa gelisah atau susah. Para Wali ini pun memiliki hirarki spiritual yang cukup banyak, sesuai dengan tahap atau maqam dimana, mereka ditempatkan dalam Wilayah Ilahi di sana. Paduan antara kewalian dan kemursyidan inilah yang menjadi prasyarat bagi munculnya seorang Mursyid yang Kamil dan Mukammil di atas.

Dalam kitab Al-Mafaakhirul ‘Aliyah, karya Ahmad bin Muhammad bin ‘Ayyad, ditegaskan, -- dengan mengutip ungkapan Sulthanul Auliya’ Syekh Abul Hasan asy-Syadzily ra, -- bahwa syarat-syarat seorang Syekh atau Mursyid yang layak – minimal –ada lima:

1. Memiliki sentuhan rasa ruhani yang jelas dan tegas.
2. Memiliki pengetahuan yang benar.
3. Memiliki cita (himmah) yang luhur.
4. Memiliki perilaku ruhani yang diridhai.
5. Memiliki matahati yang tajam untuk menunjukkan jalan Ilahi.

Sebaliknya kemursyidan seseorang gugur manakala melakukan salah satu tindakan berikut:

1. Bodoh terhadap ajaran agama.
2. Mengabaikan kehormatan ummat Islam.
3. Melakukan hal-hal yang tidak berguna.
4. Mengikuti selera hawa nafsu dalam segala tindakan.
5. Berakhal buruk tanpa peduli dengan perilakunya.

Syekh Abu Madyan – ra- menyatakan, siapa pun yang mengaku dirinya mencapai tahap ruhani dalam perilakunya di hadapan Allah Swt. lalu muncul salah satu dari lima karakter di bawah ini, maka, orang ini adalah seorang pendusta ruhani:

1. Membiarkan dirinya dalam kemaksiatan.
2. Mempermainkan thaat kepada Allah.
3. Tamak terhadap sesama makhuk.
4. Kontra terhadap Ahlullah
5. Tidak menghormati sesama ummat Islam sebagaimana diperintahkan Allah Swt.

Syekh Abul Hasan Asy-Syadzili mengatakan, “Siapa yang menunjukkan dirimu kepada dunia, maka ia akan menghancurkan dirimu. Siapa yang menunjukkan dirimu pada amal, ia akan memayahkan dirimu. Dan barangsiapa menunjukkan dirimu kepada Allah Swt. maka, ia pasti menjadi penasehatmu.”

Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Al-Hikam mengatakan, “Janganlah berguru pada seseorang yang yang tidak membangkitkan dirimu untuk menuju kepada Allah dan tidak pula menunjukkan wacananya kepadamu, jalan menuju Allah”.

Seorang Mursyid yang hakiki, menurut Asy-Syadzili adalah seorang Mursyid yang tidak memberikan beban berat kepada para muridnya.

Dari kalimat ini menunjukkan bahwa banyak para guru sufi yang tidak mengetahui kadar bathin para muridnya, tidak pula mengetahui masa depan kalbu para muridnya, tidak pula mengetahui rahasia Ilahi di balik nurani para muridnya, sehingga guru ini, dengan mudahnya dan gegabahnya memberikan amaliyah atau tugas-tugas yang sangat membebani fisik dan jiwa muridnya. Jika seperti demikian, guru ini bukanlah guru yang hakiki dalam dunia sufi.

Jika secara khusus, karakteristik para Mursyid sedemikian rupa itu, maka secara umum, mereka pun berpijak pada lima (5) prinsip thariqat itu sendiri:

1. Taqwa kepada Allah swt. lahir dan batin.
2. Mengikuti Sunnah Nabi Saw. baik dalam ucapan maupun tindakan.
3. Berpaling dari makhluk (berkonsentrasi kepada Allah) ketika mereka datang dan pergi.
4. Ridha kepada Allah, atas anugerah-Nya, baik sedikit maupun banyak.
5. Dan kembali kepada Allah dalam suka maupun duka.

Manifestasi Taqwa, melalaui sikap wara’ dan istiqamah.
Perwujudan atas Ittiba’ sunnah Nabi melalui pemeliharaan dan budi pekerti yang baik. Sedangkan perwujudan berpaling dari makhluk melalui kesabaran dan tawakal. Sementara perwujudan ridha kepada Allah, melalui sikap qana’ah dan pasrah total. Dan perwujudan terhadap sikap kembali kepada Allah adalah dengan pujian dan rasa syukur dalam keadaan suka, dan mengembalikan kepada-Nya ketika mendapatkan bencana.

Secara keseluruhan, prinsip yang mendasari di atas adalah:
1) Himmah yang tinggi,
2) Menjaga kehormatan,
3) Bakti yang baik,
4) Melaksanakan prinsip utama; dan
5) Mengagungkan nikmat Allah Swt.

Dari sejumlah ilusttrasi di atas, maka bagi para penempuh jalan sufi hendaknya memilih seorang Mursyid yang benar-benar memenuhi standar di atas, sehingga mampu menghantar dirinya dalam penempuhan menuju kepada Allah Swt.

Rasulullah saw. adalah teladan paling paripurna. Ketika hendak menuju kepada Allah dalam Isra’ dan Mi’raj, Rasulullah Saw. senantiasa dibimbing oleh Malaikat Jibril as. Fungsi Jibril di sini identik dengan Mursyid di mata kaum sufi. Hal yang sama, ketika Nabiyullah Musa as, yang merasa telah sampai kepada-Nya, ternyata harus diuji melalui bimbingan ruhani seorang Nabi Khidir as. Hubungan Musa dan Khidir adalah hubungan spiritual antara Murid dan Syekh. Maka dalam soal-soal rasional Musa as sangat progresif, tetapi beliau tidak sehebat Khidir dalam soal batiniyah.

Karena itu lebih penting lagi, tentu menyangkut soal etika hubungan antara Murid dengan Mursyidnya, atau antara pelaku sufi dengan Syekhnya. Syekh Abdul Wahhab asy-Sya’rani, (W. 973 H) secara khusus menulis kitab yang berkaitan dengan etika hubungan antara Murid dengan Mursyid tersebut, dalam “Lawaqihul Anwaar al-Qudsiyah fi Ma’rifati Qawa’idus Shufiyah”

Konsep Kepribadian Maslow

06.09
KONSEP KEPRIBADIAN MASLOW

Istilah psikologi humanistik diperkenalkann oleh sekelompok ahli psikologi yang pada awal tahun 1960-an bekerja sama dibawah kepemimpinan Maslow dalam mencari alternatif dari dua aliran psikologi sebelumnya yaitu Behaviorisme dan Psikoanalisa. Psikologi humanistik sendiri bukan suatu organisasi tunggal dari teori atau sistem, tetapi lebih tepat jika disebut sebagai gerakan. Maslow sendiri, menyebut Psikologi humanistik sebagai “kekuatan ketiga” (a third force)
Meskipun tokoh-tokoh gerakan ini memiliki pandangan yang berbeda-beda, tetapi mereka mempunyai akar yang sama mengenai konsep tentang manusia yaitu filsafat eksistensialisme. Eksistensialisme adalah aliran filsafat yang mempermasalahkan manusia sebagai individu yang unik dengan keberadaannya di dunia (Being in the world). Eksistensialisme menolak paham yang menempatkan manusia semata-mata sebagai hasil bawaan atau lingkungan, sebaliknya paham ini menekankan pada kebebasan individu untuk memilih dan menentukan nasibnya sendiri, dan bertanggung jawab atas apa yang dipilihnya. Seperti ungkapan Sartre : “Aku adalah pilihanku”.
Karena inilah eksistensialisme menarik bagi para ahli psikologi humanistik. Para ahli psikologi humanistik menekankan bahwa manusia adalah agen yang sadar, bebas memilih dan bertanggung jawab. Psikologi humanistik mengambil model dasar eksistensialisme.
Berbicara tentang psikologi humanistic tidak dapat dilepaskan dengan tokoh fenomenalnya yaitu Abraham Maslow. Secara singkat Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong (motivator) membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya Maslow mengajukan hierarki lima tingkat, namun di kemudian hari dia menambahkan dua kebutuhan lagi yaitu kebutuhan untuk mengetahui dan memahami serta kebutuhan estetika. Namun belum jelas bagaimana kedudukan kedua kebutuhan ini dalam hierarki awal tersebut. Menurut Maslow jika tidak ada satupun kebutuhan hierarki tersebut terpuaskan, perrilaku akan didominasi oleh kebutuhan fisiologis. Akan tetapi, jika kebutuhan fisiologis telah terpuaskan semua, kebutuhan tersebut tidak lagi dapat mendorong atau memotivasi, kebutuhan tingkat berikutnyalah yang yang bertugas memotivasi dan begitulah seterusnya.
Menurut Maslow, selama hidupnya manusia selalu menginginkan sesuatu. Manusia adalah binatang yang berhasrat (desire) dan jarang mencapai taraf kepuasan sempurna, kecuali untuk suatu saat yang terbatas. Begitu suatu hasrat terpuaskan segera muncul hasrat lain sebagai penggantinya.
Kebutuhan dasar (fisik) harus lebih dulu dipenuhi sebelum beranjak pada pemenuhan kebutuhan psikologis (cinta, rasa aman, dan harga diri). Selanjutnya hal ini harus dilakukan dengan hati-hati sebelum kita memenuhi kebutuhan kita.
Maslow sebenarnya tidak memberikan teori yang komprehensif mengenai perkembangan kepribadian. Ia hanya lebih merasa prihatin mengenai perkembangan aktualisasi diri manusia. Lebih jauh lagi Maslow mengungkapkan berbagai gagasan bagaimana seorang individu bisa mengaktualisasikan diri, dan bagaimana melalui pendidikan masyarakat dapat mendorong aktualisasi diri.
Namun aktualisasi diri merupakan suatu tujuan yang tak pernah bisa dicapai secara otomatis. Salah satu prasyrat untuk mencapai aktualisasi diri adalah terpuaskannya berbagai kebutuhan yang lebih rendah, yaitu kebutuhan fisiologis, rasa aman, memiliki dan cinta, serta penghargaan. Meskipun demikian, sebenarnya orang-orang yang telah memenuhi kebutuhan dasar pun, gerakan ke arah aktualisasi diri ini tidaklah mudah.


Struktur kepribadian
Menurut Maslow, manusia memiliki struktur psikologis yang analog dengan struktur fisik: mereka memiliki “kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan yang sifat dasarnya genetik.” Kebutuhan, kemampuan, dan kecenderungan itu secara esensial sesuatu yang baik, atau paling tidak netral. Dasar dari teori maslow ini yaitu humanistic, yang menitik beratkan pada ranah kesadaran. Selain itu menyesuaikan dengan kapasitas bawaan dari individu yang menjadikannya sebagai ciri unik individual. Orang yang dikaji oleh Maslow ini merupakan orang yang sehat dan kreatif bukan seperti yang dikaji oleh psikoanalisa yaitu orang sakit atau abnormal. Struktur kepribadian Maslow ini berupa kebutuhan-kebutuhan individu yang dapat dijelaskan dalam beberapa bagian. Kebutuhan ini merupakan dorongan bagi manusia untuk berperilaku.










Bagan Kepribadian Maslow

















Kebutuhan dibagi menjadi 2 yaitu kebutuhan dasar (basic needs) dan kebutuhan meta (meta-needs). Kebutuhan dasar merupakan kebutuhan karena kekurangan. Kebutuhan-kebutuhan dasar meliputi lapar, kasih sayang, rasa aman, harga diri, dan sebagainya. Sedangkan meta-kebutuhan adalah kebutuhan untuk perkembangan. Metakebutuhan meliputi keadilan, kebaikan, keindahan, keteraturan, kesatuan, dan sebagainya. Kebutuhan dasar lebih kuat daripada meta-kebutuhan, namun meta-kebutuhan dapat disubtitusikan atau diganti. Kebutuhan dasar dan meta-kebutuhan itu merupakan instingtif yang melekat pada manusia.




Jenjang Need Deskkripsi
Kebutuhan berkembang (meta-need) Self actualization needs (meta-needs) Kebutuhan orang untuk menjadi yang sesuai dengan potensinya. Kebutuhan kreatif, realisasi diri, pengembangan self.
Kebutuhan harkat kemanusiaan untuk mencapai tujuan, menjadi lebih baik. Kebutuhan yang berkaitan dengan pengetahuan dan pemahaman, pemakaian kemampuan kognitif secara positif, mencari kebahagiaan dan pemenuhan kepuasan alih-alih meghindari rasa sakit. Masing-masing kebutuhan berpotensi sama, satu bisa mengganti lainnya,
Kebutuhan karena kekurangan (basic need) Esteem needs


Kebutuhan kekuatan, penguasaan, kompetensi, kepercayaan diri. Kebutuhan prestise, penghargaan ddari orang lain, status, ketenangan, dominasimenjadi penting, kehormatan dan apresiasi.

Love needs Kebutuhan kasih sayang, keluarga, sejawat, pasangan. Kebutuhan menjadi bagian dari kelompok, masyarakat.
Safety needs Kebutuhan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur, hukum, keteraturan, bebas dari takut dan cemas, batas.
Psychological needs Kebutuhan homeostatik: makan, minum, gula, garam, protein, serta kebutuhan istirahat, dan seks.

Pemisahan tidak berarti masing-masing bekerja secara eksklusif, tapi kebutuhan bekerja tumpang tindih sehingga bisa dimotivasi oleh lebih dari satu kebutuhan. Tidak ada basic needs yang terpuaskan 100%, begitu juga sebaliknya pada meta-need. Maslow memperkirakan rata-rata orang dapat terpuaskan kebutuhan fisiologis sampai 85%, kebutuhan keamanan 70%, kebutuhan dicintai dan mencintai terpuaskan 50%, self esteem terpuaskan 40%, dan kebutuhan aktualisasi diri terpuaskan sampai 10%. Perbandingan antara kebutuhan-kebutuhan dipostulatkan oleh Maslow sebagai berikut :
1. Kebutuhan meta muncul belakangan dalam evolusi perkembangan manusia. Semua makhluk hidup membutuhkan makan dan minum, tetapi hanya manusia yang memiliki kebutuhan aktualisasi diri, mengetahui dan memahami. Karena itu semakin tinggi tingkatkebutuhan yang dimilikinya, semakin jelas beda nilai kemanusiaanya.
2. Kebutuhan yang lebih tinggi muncul belakangan dalam perkembangan individu. Aktualisasi diri baru akan muncul pada usia pertengahan. Bayi hanya memiliki kebutuhan fisiologis dan keamanan, dan pada masa adolesen muncul belonging, cinta, dan esteem.
3. Kebutuhan yang semakin lebih tinggi, semakin kurang kaitannya dengan usaha mempertahankan kehidupan, perolehan kepuasaan bisa ditunda semakin lama. Gagal memuaskan kebutuhan yang lebih tinggi tidaj mengakibatkan keadaan darurat atau reaksi kritis seperti pada kegagalan memuaskan kebutuhan yang lebih rendah. Kegagalan untuk memuaskan kebutuhan dasra mengakibatkan individu merasakan kekurangan sesuatu, karena itu kebutuhan dasar juga disebut kebutuhan defisit atau kebuthan karena kekurangan (deficit need or deficiency need).
4. Kebutuhan meta memberi sumbangan yang lebih besar untuk tumbuh dan berkembang, dalam bentuk kesehatan yang lebih baik, usia panjang, dan memperluas efisiensi biologis. Karena alasan-alasan itulah kebutuhan meta disebut jua kebutuhan berkembang atau kebutuhan menjadi (growth need or being need).
5. Kebutuhan yang lebih rendah hanya menghasilkan kepuasan bologis, sedang kebutuhan yang lebih tinggi memberi keuntungan biologis dan psikologis, karena menghasilkan kebahagiaan yang mendalam, kedamaian jiwa, dan keutuhan kehidupan batin.
6. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi melibatkan lebih banyak persyaratan dan lebih kompleks dibanding kepuasan pada tingkat yang lebih rendah. Misalnya, usaha untuk memperoleh aktualisasi dirimemerlukan prasayarat ; semua kebutuhan yang lebih rumit dan canggih dibanding usaha mendapat makanan.
7. Kepuasan pada kebutuhan yang lebih tinggi memerlukan kondisi eksternal-sosial, ekonomi, politik yang lebih baik dibanding kepuasan pada tingkat yang lebih rendah. Misalnya aktualisasi diri memerlukan kebebasan ekspresi dan mem[eroleh peluang dibandingkan kebutuhan rasa aman.

Abraham Maslow telah menyusun teori tentang motivasi manusia, dimana kebutuhan-kebutuhan manusia tersebut digolongkan dan disusunnya ke dalam sebuah hirearki atau tingkatan berjenjang yang berbentuk seperti piramida yang terdiri dari lima level. Setiap kebutuhan dapat dipenuhi hanya jika kebutuhan jenjang sebelumnya telah (relative) terpuaskan terlebih dahulu. Pada dasarnya, kebutuhan manusia yang lebih rendah mempunyai kekuatan ataupun kecenderungan yang lebih besar untuk dipenuhi terlebih dahulu. Berikut ini adalah konsep hirearki kebutuhan manusia yang disusun oleh Abraham Maslow:

Kebutuhan Dasar 1 : Kebutuhan Fisiologis. (Basic Needs)
Kebutuhan fisiologis bersifat homeostatic (bersifat menjaga keseimbangan unsure-unsur fisik). Kebutuhan fisiologis berisi kebutuhan-kebutuhan primitif manusia yang bersifat kuat dorongannya untuk dipenuhi seperti makan, minum, kebutuhan akan glukosa, kebutuhan akan seks dan kebutuhan akan nutrisi. Sebagai contoh, melalui pengonsumsian makanan dan air, tubuh mencoba untuk memelihara berbagai macam keseimbangan dalam darah dan jaringan tubuh.


Kebutuhan Dasar 2 : Kebutuhan Keamanan. (Secure and Safety Needs)
Setelah kebutuhan fisiologis telah cukup terpenuhi, menurut Maslow, muncullah kebutuhan yang kedua, yaitu kebutuhan akan keamanan, stabilitas, proteksi, struktur hukum, keteraturan, batas, kebebasan dari rasa takut atau cemas. Kebutuhan fisiologis dan kebutuhan keamanan merupakan kebutuhan manusia dalam mempertahankan hidupnya. Bedanya, kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan jangka pendek, sedangkan kebutuhan kemanaan merupakan kebutuhan jangka panjang. Kebutuhan ini sudah muncul sejak saat bayi dalam bentuk menangis, menjerit, dan hentakan yang sangat tegang untuk ditangani secara kasar, yang terkejut oleh suara gaduh atau lampu yang terang. Pada masa kanak-kanak, seseorang akan merasa lebih aman jika diasuh dalam keluarga yang memiliki suasana keluarga yang teratur, disiplin, terorganisir, penuh kasih sayang. Pada masa dewasa, kebutuhan akan rasa aman terwujud dalam bentuk kebutuhan pekerjaan dan gaji yang mantap sehingga masa depan dapat menjadi lebih terjamin, praktek beragama dengan penuh keyakinan, perlindungan pada korban-korban perang, pengungsian, dan masih banyak contoh yang lainnya. Menurut Maslow, kepribadian orang-orang yang menderita obsesif kompulsif banyak dilatarbelakangi oleh kegagalan memenuhi kebutuhan akan rasa aman ini.

Kebutuhan Dasar 3 : Kebutuhan Dimiliki dan Cinta (Love and Belonging Needs)
Setelah kebutuhan fisiologis dan kebutuhan akan rasa aman telah cukup terpenuhi, menurut Maslow, muncullah kebutuhan yang ketiga, yaitu kebutuhan akan cinta dan perasaan dimiliki atau menjadi bagian kelompok sosial. Maslow menolak pendapat Freud bahwa cinta meupakan sublimasi dari insting seks. Menurut Maslow cinta tidak bersinonim dengan seks, dan cinta adalah hubungan yang sehat antara orang yang satu dengan yang lainnya yang melibatkan perasaan saling menghormati, saling menghargai dan attachment dari kedua belah pihak. Ada dua jenis cinta menurut Maslow, yakni Deficiency Love (D-Love) dan Being Love (B-Love). D-Love merupakan cinta yang lebih mementingkan diri sendiri, sedangkan B-Love didasari oleh perasaan menerima orang lain apa adanya tanpa ada keinginan untuk memanfaatkan orang yang dicintainya. Menurut Maslow, kegagalan dalam pemenuhan kebutuhan akan cinta ini merupakan penyebab hampir seluruh bentuk psikopatologis.

Kebutuhan Dasar 4 : Kebutuhan Harga Diri (Self Esteem Needs)
Ketika Kebutuhan akan cinta telah relative terpuaskan, maka dorongan dari kebutuhan akan cinta ini melemah dan digantikan oleh dorongan pemenuhan kebutuhan yang keempat, yakni dorongan pemenuhan kebutuhan akan harga diri (self esteem). Menurut Maslow, ada dua harga diri:
a. Menghargai diri sendiri (self respect): kebutuhan penguasan, kekuatan, kompetensi, prestasi, self confidence, kemandirian dan kebebasan. Seseorang akan merasa dirinya perlu mengenal dirinya sendiri agar dapat merasakan bahwa dirinya berharga sehingga orang tersebut mampu mengatasi tantangan-tantangan hidup.
b. Mendapatkan penghargaan dari orang lain (respect from others): Kebutuhan prestise, penghargaan dari orang lain, harga diri, ketenaran,penghormatan dari orang lain, diterima dan mendapat apresiasi dari orang lain.
Kepuasan kebutuhan akan harga diri akan membuat seseorang menjadi lebih percaya diri, merasa berharga dan menimbulkan perasaan berguna bagi diri sendiri. Sebaliknya, ketidaksanggupan dalam pemenuhan kebutuhan ini akan menimbulkan sikap inferior, canggung, rendah diri, lemah, pasif, tidak berharga, dan tidak berdaya. Menurut Maslow, penghargaan dari orang lain hendaknya diperoleh berdasarkan penghargaan terhadap diri sendiri dan seseorang seharusnya memperoleh penghargaan berdasarkan kemampuanya sendiri

Kebutuhan Meta : Kebutuhan Aktualisasi Diri (Self Actualization Needs)
Setelah empat kebutuhan dasar telah terpenuhi, maka muncullah kebutuhan selanjutnya, yakni kebutuhan meta yang berupa kebutuhan yang dimiliki seseorang untuk mengaktualisasikan dirinya dan mengoptimalkan potensi-potensi positif yang terpendam dalam dirinya. Aktualisasi diri merupakan keinginan untuk memperoleh kepuasan dengan dirinya sendiri (self fulfilment), untuk menyadari semua potensi dirinya, dan menjadi kreatif dan bebas dalam mencapai puncak potensi dirinya. Manusia yang telah mampu memenuhi kebutuhan untuk mengaktualisasikan dirinya akan menjadi manusia yang utuh, memperoleh kepuasan dari kebutuhan-kebutuhan yang tidak diketahui semua orang, dan mampu mengekspresikan kebutuhan dasar kemanusiaaan secara alami. Empat kebutuhan dasar, menurut Maslow merupakan kebutuhan karena kekurangan atau D-need (deficiency need), sedangkan kebutuhan meta atau kebutuhan aktualisasi diri merupakan kebutuhan karena ingin berkembang atau B-need (being need). Menurut Maslow, kebutuhan dasar berisi kebutuhan konatif, sedangkan kebutuhan meta berisi kebutuhan akan estetik dan kognitif (contoh: kebutuhan akan keteraturan, kebutuhan akan kesempurnaan, kebutuhan keanggunan, dsb). Tidak terpenuhinya jenis kebutuhan ini akan berdampak terhadap kepribadian. Maslow menyebutnya sebagai metaphologies, suatu penyakit psikis dengan gejala-gejala merasa asing (alienasi), putus harapan, sinis, kebingungan dan depresi.

Selain kelima kebutuhan hirarkis di atas, Maslow sebenarnya masih mengemukakan satu kebutuhan lagi, yakni kebutuhan neurotik yang bekerja terpisah dari kebutuhan hirarkis. Kebutuhan neurotik muncul jika terjadi frustasi dalam keadaan yang ekstrim karena kebutuhan hirarkis tidak terpenuhi. Kebutuhan neurotik membuat seseorang mengalami stagnasi atau patologis tak peduli pada pemenuhan kebutuhan tersebut. Kebutuhan neurotik bersifat nonproduktif, gaya hidup reaktif, dan mengembangkan gaya hidup yang tidak sehat sebagai kompensasi kebutuhan dasar yang tidak terpenuhi. Kebutuhan neurotik berbeda dari kebutuhan hirarkis, karena pemenuhan kebutuhan neurotik ini tidak membuat orang berkembang menjadi sehat seperti halnya pemenuhan kebutuhan hirarkis.

Perkembangan kepribadian Maslow
Perkembangan kepribadian Maslow pada puncaknya adalah pencapaian aktualisasi diri yang merupakan kebutuhan tertinggi dari hirarki kebutuhan manusia. Konsep tujuan hidup ini mirip dengan konsep Arsetif-self Jung, atau realisasi diri dari Horney. Menurutnya perkembangan tujuan mencapai aktualisasi diri itu bersifat alami, yang dibawa sejak lahir. Secara genetik manusia mremiliki potensi dasar yang positif. Disamping itu juga memiliki potensi dasar jalur perkembangan yang sehat, lebih mengikuti hakekat alami didalam dirinya.
Kebutuhan Neorotik merupakan perkembangan kebutuhan yang menyimpang dari jalur alami. Menurut Maslow penolakan, frustasi dan penyimpangan dari perkembangan hakekat alami akan menyebabkan psikopatologi. Dalam pandangan ini, apa yang baik mendasarkan dan mendekat pada aktualisasi diri dan yang buruk/abnormal adalah segala hal yang menggagalkan atau menghambat aktualisasi diri sebagai hakekat alami kemanusiaan.
Aktualisasi diri sebagai tujuan final-ideal hanya dapat docapai oleh sebagian kecil populasi dan dalam presentase kecil. Menurut Maslow rata-rata kebutuhan aktualisasi diri hanya terpuaskan 10%. Kebutuhan aktualisasi diri jarang terpenuhi karen sukar menyeimbangkan antara kebanggaan dengan kerendahan hati, antara kemampuan memimpin dengan tanggung jawab yang dipikul, antara mencemburui orang lain dengan perasaan berharga. Orang akhirnya menyangkal dan menarik diri dari kebutuhan aktualisasi diri karena perkembangan diri justru menyebabkan perasaan takut, terpesona, lemah dan tidak mampu. Orang menyangkal dan menolak kemampuan dan potensi tertingginya serta kreatifitasnya. Maslow menamakan perasaan takut, gamang, perasaan tidak berharga, dan meragukan diri memperoleh kemasyhuran dan aktualisasi diri.
Orang gagal mencapai aktualisasi diri karena merasa takut menyadari kelemahan dirinya sendiri. Masyarakat dapat mendorong aktualisasi diri. Maslow mengemukakan dua jalur aktualisasi diri, yaitu jalur belajar ; mengembangkan diri secara optimal pada semua tingkat kebutuhan hirarki dan jalur pengalaman puncak.
Delapan jalur mencapai aktualisasi diri melalui jalur pengambangan diri menurut Maslow antara lain :
1. Alami sesuatu dengan utuh, gamblang dan tanpa pamrih.
2. Hidup adalah perjalanan proes memilih antara keamanan dengan resiko.
3. Biarkan self tegak, usahakan untuk mengabaikan tuntutan eksternal mengenai apa yang seharusnya kamu pikirkan, rasakan dan ucapkan.
4. Apabila ragu maka jujurlah.
5. Gemar dengan seleramu sendiri, bersiaplah untuk tidak populer.
6. Gunakan kecerdasanmu, kerjakan sebaik mungkin yang ingin kamu kerjakan.
7. Buatlah pengalaman puncak.
8. Temukan siapa dirimu, apa pekerjaanmu, apa yang kamu senangi dan tidak kamu senangi.

Pengalaman Puncak
Menurut Maslow banyak orang mencapai aktualisasi diri ternyata mengalami pengalaman puncak. Pengalaman puncak bisa diperoleh dari mengalami sesuatu yang sempurna, nyata dan luar biasa, menuju keadilan dan nilai yang sempurna. Sepanjang mengalami hal itu orang akan merasa sangat kuat, percaya diri, dan yakin. Pengalaman puncak mengubah seseorang menjadi merasa lebih harmoni dengan dunia. Pemahaman dan pandangan menjadi luas. Maslow menerima gambaran pengalaman puncak yang disusun oleh William James sebagai berikut :
1. Tak terlukiskan (ineffability), pengalaman puncak adalah ekspresi keajaiban yang tidak tergambarkan oleh kata-kata dan tidak dapat dijelaskan pada orang lain.
2. Kualitas kebenaran intelektual (neotice quality), pengalaman menemukan kebenaran dari hakekat intelektual.
3. Waktunya pendek (fransiency) tidak bertahan lama.
4. Pasif (passivity) orang yang mengalami pengalaman mistis merasa kemauannya tergusur, dan kadang merasa terperangkap dan dikuasai oleh kekuatan yang sangat bersar.
Pada mulanya Maslow berpendapat bahwa pengalaman puncak ini hanya dapat dialami oleh orang-orang tertentu saja, khususnya yang sudah mencapai aktualisasi diri akan mengalami secara berkali-kali, namun menurut Maslow rata-rata orang kebanyakan pernah mengalaminya.







Contoh tokoh
a. K.H Abdurrahman Wahid
K.H Abdurrahman Wahid, sebagai seorang yang tidak sempurna secara fisik, sosok yang akrab dipanggil Gus Dur ini adalah sosok yang sangat luar biasa. Dia menjadi panutan dan rujukan berbagai kalangan dari mulai intelektual, agamawan, politisi, hingga orang awam. Dia telah mengaktualisasikan dirinya sehingga kelemahan-kelemahannya hampir tertutupi. Terlepas selalu adanya kontroversi tentang mantan Presiden RI ke-4 ini tapi beliau sudah banyak memperjuangkan hak-hak asasi manusia sebagai wujud aktualisasi dirinya. Terwujudnya demokrasi di Indonesia tidak bisa dilepaskan dari sosok yang satu ini. Itulah bukti konkrit bahwa ia adalah sosok yang memiliki integritas dan telah mencapai self actualization. Terlepas keputusan-keputusan politiknya punya banyak kelemahan tapi itu tugas pengamat politik untuk mengkritiknya.
b. Ayatullah Khomeini
Beliau dibesarkan dari keluarga yang bernuansa Islami dan dia dituntut oleh orang tuanya untuk selalu mempelajari kitab-kitab Islam. Pada saat itu kondisi di Iran juga masih mengalami konflik suku dan agama yang menimbulkan penindasan dan kesengsaraan masyarakat sekitar. Ayahnya adalah salah satu figur yang memberikan kesan yang mendalam terhadap dirinya karena perjuangan ayahnya menentang tuan tanah yang menyebabkan kesengsaraan masyarakat sekitar sehingga orang tuanya meninggal. Peristiwa yang terjadi dan pengalaman ayahnya itu yang mendorong dirinya untuk memperjuangkan rakyatnya demi tegaknya Islam di bumi Iran. Hal itu pula yang menjadikan keteguhan hati dan merupakan watak yang amat jelas pada kehidupan Khomeini.
Beliau telah memberikan nama besar bagi kemajuan Islam di Iran. Dia mengaktualisasikan diri bahwa ia hidup untuk Islam, alat Islam, ia tak memiliki tujuan selain menghidupi Islam. Individualitasnya tampak melebur dengan universalitas tujuannya yang lebih tinggi, tidak adanya kekacauan mental, tidak ada reaksi batin tehadap lingkungannya. Yang ada hanyalah pola tugas yang tak terelakkan yang menempatkannya pada pengabdian untuk Allah. Dia telah mencapai tujuannya meskipun ia tetap berjuang untuk menyempurnakan negaranya ia telah sepenuhnya terlepas dari seluruh kecemasan batin, kerusuhan batin, konflik batin. Disiplin dan keteguhan seluruh hidupnya yang luar biasa tercermin dalam wataknya yang memiliki ciri yang tak mau menyerah.


DAFTAR PUSTAKA

Alwisol. 2008. Psikologi Kepribadian. UMM Press. Malang
Hall, Calvin S & Lindzey, Gardner. 2005. Teori-Teori Holistik (Organismik-Fenomenologis). Kanisius. Yogyakarta
Koeswara, E. 1991. Teori-Teori Kepribadian. Eresco. Bandung

Inter Merengkuh Juara Liga Champions 2009/2010

06.02

Inter Milan berhasil meraih tiga gelar (treble) dengan meraih gelar Liga Champions. Juragan klub Massimo Moratti menyimpulkan emosi semua orang yang terlibat dalam klub dengan mengatakan kemenangan 2-0 dari Muenchen pada final Liga Champions adalah “seperti sebuah mimpi yang menjadi kenyataan”.

Moratti, yang merayakan hari miladnya yang ke-65 ketika Inter berhasil meraih gelar Piala Italia pekan lalu, dipenuhi rasa kegembiraan. Timnya meraih gelar Eropa untuk pertama kalinya sejak 1965, ketika klub masih dipegang ayahnya Angelo, yang menjabat sebagai presiden.

“Ini seperti sebuah mimpi, emosi yang indah. Tim merasa bertanggung jawab dan bermain dengan sempurna. Senang rasanya bisa merasakan sensasi yang sama seperti berpuluh tahun lalu,” bungahnya setelah membawa Inter menjuarai Liga Champions di Stadion Santiago Bernabeu, Minggu (22/5).

“Ini adalah buah dari kerja keras dan dedikasi srta karakter yang kami perlihatkan dalam berbagai kesempatan. Kami bekerja keras, ditambah sedikit keberuntungan, sedikit semuanya. Memenangkan Liga Champions selalu terkait dengan detail,” jelas Moratti.

Pernyataan Moratti diamini strikernya Goran Pandev. “Saya tidak bisa mempercayai hal ini, jika Anda mengatakan kepada saya di awal musim. Karier saya berjalan buruk di Lazio. Saat ini saya berhasil memenangkan tiga gelar sekaligus,” bungah Pandev mengomentari musim awalnya di San Siro.

“Kami sadar ini akan sulit melakukannya lagi. Namun Inter harus berusaha untuk memenangkan semua kompetisi,” tambahnya.